Berangkat dari sebuah artikel mengenai pernyataan bahwa yang namanya perpustakaan (termasuk manusia yang mengelola di dalamnya) akan dilibas oleh perkembangan internet yang semakin maju. Awalnya aku setuju, karena bagaimanapun juga yang namanya kecepatan menjadi suatu faktor utama seseorang dalam menggunakan pelayanan, tidak hanya perpustakaan. Yang paling mudah ialah seperti restoran cepat saji. Tapi semakin tulisan dalam artikel tersebut dibaca, aku semakin tidak setuju. Pasalnya, dalam tulisan itu dikatakan bahwa perpustakaan yang tidak memiliki jaringan internet yang bagus secara kualitas menjadi alasan mengapa popularitas perpustakaan menjadi menurun.

Aku cukup menyayangkan ketika artikel tersebut sudah benar melakukan pendekatan menggunakan social determinism, tetapi pamungkasnyalah yang belum aku setujui. Jika semua perpustakaan akhirnya diberikan koneksi internet yang sangat cepat, apakah tidak nanti akan menjadi internet cafe alias warnet? Ketika perpustakaan terlalu menekankan pada aspek teknologinya tetapi tidak mau peduli dengan kualitas SDM-nya, sama saja seperti memberikan akses gratis internet tanpa ada yang bisa membimbing penggunanya.

Tahukah kamu untuk apa di dalam perpustakaan terdapat internet? Padahal semakin lama, harga gadget yang kelas kedua bisa dikatakn sudah mampu dijangkau, begitu pula denga harga paket internet yang ditawarkan oleh penyedia layanan komunikasi yang ada di Indonesia. Ketika semua persaingan bisnis tersebut membuat individu bisa memiliki “dunia” dalam genggamannya sendiri, untuk apa internet disediakan di perpustakaan? Aku disini berbicara mengenai perpustakaan yang ada di kota besar untuk mereka, penduduk urban.

Pernahkah terpikir oleh pengelola perpustakaan untuk membantu pengguna internet perpustakaan? Misalnya saja, untuk melamar pekerjaan? Kalau kalian pernah membaca akun Tumblr I Work At Public Library, sepertinya akan familiar dengan salah satu tugas pustakawan yang berada di area internet. Mereka setidaknya membantu para penggunanya ketika ingin melamar pekerjaan, ketika ingin mengerjakan pekeraan rumah, ketika ingin masuk ke dalam forum jual beli, dan hal-hal lainnya. Ups, jangan salah. Tidak semua mereka yang memiliki ponsel pintar, menggunakan mobil pribadi sebagai transportasi utamanya, atau yang sudah lama tinggal di kota urban terbiasa memanfaatkan internet untuk suatu hal lo. Masih banyak di luar sana yang menggunakan cara konvensional ketika semuanya bergerak menuju cara-cara yang memanfaatkan internet. Pernahkah terbesit dalam benak pustakawan kita untuk membantu yang seperti itu?

Memberikan akses internet di dalam perpustakaan kepada para penggunanya bukan berarti nantinya pustakawan tinggal ongkang-ongkang kaki saja. Bukan begitu. Namun sayangnya, sebagian besar pihak merasa bahwa dengan memberikan akses internet itu tadi, permasalahan beres. Perpustakaan nantinya akan ramai dikunjungi.

Boleh-boleh saja pendekatan permasalahannya dari sisi social determinism,tapi ya dilanjutkan. Karena teknologi-lah maka kondisi sosial berubah, termasuk beradaptasi dengan cara pencarian informasi berbasis internet. Bukan sekedar bagaimana mendigitalkan perpustakaan. Kalau SDM pengelolanya saja tidak peka dengan how the world works nowadays bagaimana penggunanya mau betah (minimal) berbincang?

Dangkal jika dikatakan perpustakaan akan “mati”bersaing dengan internet. Sudah banyak tulisan yang membahas kalau internet bisa dijadikan pelengkap perpustakaan. Tinggal bagaimana membuat mindset SDM-nya supaya tidak dangkal (sering-sering main ke Tumblr & Pinterest perpustakaan/pustakawan luar gih!).

— October 4, 2015

What Do You Think?