Aku menganut paham “universe conspires.” Tidak ada yang namanya kebetulan. Yang ada ialah sebuah takdir. Kalau pernah menonton anime berjudul XXX Holic pasti tahu kalimat itu diucapkan oleh Yuuko, si penyihir kepada Watanuki.

Agaknya sedikit berlebihan aku menjadikan kalimat tersebut sebagai pembuka tulisanku kali ini. Tapi, mungkin demikian kata-kata yang bisa aku ungkapkan terkait dua buku yang aku baca selama 3 hari belakangan. Tanpa ada rencana untuk membaca secara berurutan, rupanya dua judul yang berbeda ini memiliki ide pokok yang bermuara pada hal yang sama: tentang menjadi manusia di tengah cepatnya kehidupan dan tekanan dari budaya kerja.

Buku pertama judulnya How to Stay Sane. Ditulis oleh Phillipa Perry, seorang psikoterapis yang sudah banyak jam terbangnya dan menghadapi beragam kasus. Resensi secara lengkapnya sudah aku tulis di laman Goodreads buku tersebut (bisa dibaca di sini). Intinya adalah untuk dapat tetap waras, apalagi di situasi dimana informasi dan teknologi membanjiri kita, melakukan self-observation akan bermanfaat. Dia pun mengatakan bahwa self-observation bisa mengantar pada keadaan aware terhadap kebutuhan diri kita sendiri. Bermulai dari self-observation, seseorang kemudian mampu mengelola hubungannya dengan orang lain. Intinya adalah memberikan waktu untuk memahami diri sendiri.

Buku kedua sudah sangat sering masuk ke dalam rekomendasi bacaan non-fiksi populer. Why We Sleep oleh Matthew Walker ini benar-benar mengupas mengapa manusia harus tidur dan memangnya apa yang terjadi selama manusia tidur (resensinya bisa dibaca di sini). Yang menjadi highlight-ku adalah bagaimana budaya kerja berimbas pada durasi manusia untuk tidur. Sudah bukan rahasia lagi, banyak yang mengagungkan kalau begadang adalah bentuk dari keseriusan dan dedikasi seseorang dengan pekerjaannya. Dalam buku Why We Sleep, Walker menepis hal tersebut dengan data-data riset. Orang yang kurang tidur akan lebih sulit menjadi kreatif. Bahkan bisa menjadi ancaman perusahaan.

Aku masih ingat ada relasi yang berkata bahwa ia tidur hanya 4 jam sehari. Sisanya ia gunakan untuk bekerja secara maksimal dan belajar hal baru, termasuk untuk membaca buku. Ia pun juga mengajak beberapa orang untuk melakukan hal serupa.

Setelah aku membaca Why We Sleep tidur selama 4 jam itu tidaklah sehat. Memang sih, digunakan untuk mengembangkan diri, tapi tidak membuat perbaikan yang signifikan. Begitu pula tentang kewarasan dalam budaya organisasi atau kerja. Memperbaiki hubungan dengan diri sendiri dengan melakukan self-observation juga bisa dibangun dari memahami bagaimana pola tidur kita. Apabila dipaksakan hanya 4 jam (misal dari pukul 00:00-04:00), apakah itu menjadi suatu hal yang efektif? Apakah itu mejadi jaminan bahwa kita akan menjadi waras? Seringkali atas nama produktivitas, hal-hal seperti tidur pun menjadi terabaikan. Ironisnya, mengurangi jam tidur dan tidak mengobservasi diri sendiri malah membuat kinerja kita semakin menurun.

Aku tahu opiniku ini sangat bias dan belum ada landasan teori (semoga suatu saat aku sempat cari jurnal ilmiahnya). Tetapi sekarang sepertinya budaya kerja tidak bisa hanya terus-menerus meminta seseorang untuk stand by yang artinya mereka tidak bisa sepenuhnya istirahat (been there done that!). Membuat mereka harus stand by hampir 24 jam sama saja dengan memaksa seseorang untuk tidak menampilkan performa terbaiknya alih-alih menunjukkan loyalitas terhadap atasan/pekerjaannya.

Sebagaimana dikatakan pula oleh Matthew Walker, kurang tidur akan mengantarkan individu pada keadaan mental yang tidak sehat. Alias, bagaimana ia bisa stay sane jika dituntut untuk aktif bak apotek K24?

— May 8, 2020

2 thoughts on “We Sleep to Stay Sane

  1. Pernah baca juga kalau self-observation dilakukan otomatis oleh subconcious kita, dan ini terjadi pas kita tidur. Kurang tidur emang bikin sinting, inget pernah begadang dua malam berturut2 dan kerasa banget kayak orang gila, mungkin ini semacam yg dialami penderita skizofrenia.

    Belakangan juga pola tidur rada kacau, apalagi pas pandemi, makin ga bener, malah dipake binge-watching dan binge-reading.

    • ah jadi tidur dengan self-observation bahkan juga saling berkaitan di alam bawah sadar kita ya :O

What Do You Think?