Pada tema mingguan HSG Writing Challenge kali ini, kami sepakat membahas buku yang dirasa pantas masuk dalam kategori “Best Books”. Sepanjang bulan Juli, ternyata aku sudah membaca sebanyak 21 judul. Jumlah terbanyak sepanjang tahun ini. Di antara itu, aku memutuskan memilih tiga buku yang semuanya ditulis oleh perempuan.
(Iya sengaja. Supaya variasi bacaannya tidak didominasi laki-laki terus).
Dear Girls: Intimate Tales, Untold Secrets, and Advice for Living Your Best Life
Pertama ada Dear Girls: Intimate Tales, Untold Secrets, and Advice for Living Your Best Life yang ditulis oleh Ali Wong. Sejujurnya aku belum pernah menonton tayangan komedi tunggal Wong. Aku hanya mendapat rekomendasi dari adikku. Dia bilang, buku ini bagus dan aku pasti suka.
Berbekal Libby, aku mencoba membacanya. Benar saja, membaca Dear Girls membuatku kagum akan tulisan Wong. Dear Girls berisi kisah Wong menghadapi stigma perempuan kulit berwarna. Ditulis dalam format seakan ia bertutur kepada dua putrinya.
Wong lahir dan besar di Amerika Serikat, tetapi mengapa ia masih saja dianggap bukan warga negara? Mengapa perbedaan fisik malah menjadi penghambat utama untuknya berkembang? Belum lagi dengan diskriminasi gender yang sempat ia alami. Mengapa ia harus memilih untuk menjadi ibu atau menjadi komika? Mengapa tidak bisa menjalankan keduanya secara bersamaan? Pertanyaan-pertanyaan itu yang mendorongnya untuk menekan stigma banyak orang terkait perempuan.
Melalui Dear Girls, ia mencoba menceritakannya dengan jenaka plus memberikan saran yang juga mengundang tawa.
Invisible Women: Exposing Data Bias in a World Designed for Men
Kedua adalah buku dari Caroline Criado Perez. Lagi-lagi mendapatkan rekomendasi dari adikku.
Dalam Invisible Women, Perez menulis bagaimana perempuan seringkali diabaikan. Misalnya saja ketika mendesain area pedestrian, transportasi publik, hingga ponsel. Keberadaan perempuan cuma sebatas “pemanis”, membuat apa yang dihadapi dalam kehidupan semakin terasa diskriminatif.
Misalnya begini, Perez bilang kalau mobilitas perempuan berbeda dengan laki-laki. Itu karena perempuan punya banyak varian: perempuan yang berjalan kaki sendirian, perempuan yang sedang hamil besar, perempuan yang menggandeng anak usia 5 tahun, perempuan yang memapah lansia, dan masih banyak lagi. Karena keanekaragaman situasi perempuan, maka kemudian datanya dianggap sulit untuk diambil. Membuat hasil dari riset atau pengambilan keputusan menjadi timpang terhadap gender tertentu.
Membaca Invisible Women tentu saja akan mengundang rasa marah di samping mind blowing. Tapi sungguh, such a worth read.
Black Box
trigger warning: rape
Buku ini baru saja diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Diterbitkan oleh Tilted/Axis Press. Penulisnya adalah seorang perempuan Jepang bernama Shiori Ito. Ia sudah menerbitkan bukunya terlebih dahulu dalam bahasa Jepang pada 2017.
Ito-san mengalami apa yang secara hukum disebut sebagai quasi-rape. Meski ada definisinya, ternyata meminta perlindungan dan keadilan tidaklah mudah. Ito-san menulis sebagai ungkapan pengalaman buruk atas kekerasan seksual yang ia alami. Tentang bagaimana respon polisi ketika ia melaporkan hal itu. Tentang hukum di Jepang yang belum diamandemen padahal sudah lebih dari 100 tahun lamanya. Tentang pelaku yang bisa lepas begitu saja dari investigasi. Ketika membaca Black Box, aku teringat bagaimana Metro Police Department (MPD) seringkali mengintervensi jalannya investigasi kalau targetnya adalah orang dengan posisi tertentu. Aku kira cerita itu hanya ada dalam dorama. Ternyata tidak demikian.
Dari Black Box, kita diajak melihat bagaimana negara yang sering diagungkan karena kecanggihan teknologinya bisa berdampingan dengan budaya tradisional rupanya memiliki permasalahannya sendiri: pandangan patriarki.
Ketiganya kuberi 5/5 bintang karena cara penceritaannya yang tidak membosankan dan membuatku mendapatkan pengetahuan baru. Sayangnya, belum tersedia dalam bahasa Indonesia.
— July 31, 2021
Gue kayaknya nggak sabar kalo nungguin PO Black Box 😅Sepertinya akan memilih versi epub-nya.
Waktu itu sempet lihat buku pertama masuk Kindle Deals deh, kalo nggak salah, tapi nggak jadi beli. Ternyata menurutmu bagus, yaaa. Malah jadi penasaran sekarang. Dan oh aku juga pengin baca buku kedua! Bakalan masuk sebagai wishlist yang entah akan sempat dibaca tahun ini tidak. Semoga sempat!
Speaking of Ali Wong, tonton juga stand up dia di Netflix. Aku suka Ali Wong dari stand up dulu, lalu semakin suka ketika dia bawa isu tersebut jadi buku. Another female comedian yang nulis buku dengan jenaka dan tema menarik: Kristina Kuzmic. Hold On but Don’t Hold Still. Tema besarnya ttg mental health pasca perceraian. Buat yang belum nikah atau nggak di lingkungan perceraian mungkin sekilas nggak relevan, tapi cara dia bahas kesehatan mental dalam relasi romansa heterogen menarik sekali.