Ketika belum terlalu padat dengan kegiatan bekerja mencari cuan (supaya bisa beli lebih banyak buku), bacaanku didominasi oleh buku-buku fiksi. Dari yang bisa habis dalam sekali duduk di kelas 3 SKS hingga yang tebal dan berseri. Dalam halaman-halaman itu, imajinasiku melalang buana menuju sudut-sudut kota. Fiktif dan yang betulan ada. Beberapa terasa biasa saja… tapi ada juga yang meninggalkan kesan. Membuatku membayangkan bagaimana jika aku menghabiskan libur musim panas di sana (oh, I wish we had summer holiday like 4 seasons country out there!).
Camp Half-Blood
Memiliki nama depan yang berasal dari mitologi Yunani membuatku punya emotional bond dengan serial Percy Jackson and The Olympians yang terdiri dari 5 buku. Diceritakan bahwa ada tempat yang hanya bisa dimasuki oleh demigod dan Dewa-Dewi itu sendiri yang bernama Camp Half-Blood. Lokasi pastinya ada di salah satu negara bagian Amerika Serikat. Di sana, ada 12 kabin yang dibagi berdasarkan para Dewa-Dewi Olympian. Misalnya Kabin 1 untuk keturunannya Zeus, Kabin 2 untuk keturunannya Hades, Kabin 3 untuk keturunannya Poseidon (dan di sinilah lokasi kabin Percy) dan seterusnya hingga Kabin 12.
Kegiatan selama di Camp Half-Blood antara lain belajar mengenai hal yang berbau budaya kuno Yunani seperti membaca aksara hingga memahami filosofi di balik pembangunan gedung-gedung bersejarah. Ada pula kelas yang mengajari cara menggunakan senjata. Kalau kamu sempat bertemu Mr. Dionysius, barangkali kamu akan diajak untuk mengikuti upacara minum anggur….
Well, sepertinya menyenangkan untuk berada di sana selama libur musim panas!
Narnia
Semasa SMP, aku menghabiskan kelas 8 dengan membaca 7 buku yang ada dalam seri The Chronicles of Narnia karya C.S. Lewis. Pemantiknya ialah adaptasi film The Lion, The Witch, and The Wardrobe yang membuatku penasaran dengan keseluruhan serialnya.
Membayangkan bagaimana berada di Narnia yang magis rasanya menyenangkan. Tentu saja, jika tidak ada kehadiran Jadis yang sempat mengutuk Narnia dengan musim dingin sepanjang tahun. Bisa bermain di halaman Cair Paravel bersama King Edmund dan Queen Lucy sambil mendengar Aslan mendongeng tampaknya menenangkan. Belum lagi jika Queen Susan kedatangan Prince Caspian. Biasanya, ia membawa kudapan manis–bukan Turkish Delight yang pasti, King Edmund trauma dengan itu–yang bisa menjadi teman untuk secangkir teh hangat di sore hari.
Di antara dua tempat fiktif itu, imajiku paling betah berada di Narnia. Masa-masa pemerintahan King Peter, Queen Susan, King Edmund, dan Queen Lucy menjadi era emas Narnia. Semua warganya (tidak hanya manusia, melainkan juga hewan, faun, peri dan penyihir) hidup dalam keadaan makmur tanpa kekurangan. Panen selalu melimpah dan membuat senang.
Berbeda dengan di Camp Half-Blood yang masih bersisian dengan kehidupan manusia mortal, Narnia menempati dimensinya sendiri. Aku yakin, Narnia tidak mengalami hidup pandemi COVID-19 seperti yang sedang kita hadapi saat ini….
(Duh, jadi pengin pindah ke Narnia…)
PS: Jangan lupa, Narnia akan dijadikan serial untuk tayang di Netflix, lho!
— September 11, 2021
Aduh kesebut Mr. D, jadi inget dia sama Percy yang banyak cek-coknya ya :)) Bikin kangen deh sama ceritanya Om Rick Riordan.
Aku menantikan Narnia di Netflix. Barusan browsing, kayaknya masih lama, yaaaa. Hahaha. Nonton ulang film-filmnya dulu kali, ya. Hihi.