Dari beberapa kali wawancara dengan beragam medium (podcast, radio, Instagram Live) selalu ada satu pertanyaan yang sama tentang Baca Bareng. “Jadi, beneran nggak ada diskusi bukunya gitu, mbak?” Iya. Tidak ada. Aku pun selalu menjawab karena klub buku di Indonesia ada banyak dan biarlah klub buku itu yang mengadakan diskusi sehingga teman-teman bisa berkenalan dengan klub buku selain Baca Bareng (padahal, Baca Bareng juga bukan sebuah klub).
Aku sengaja memberikan respons seperti itu karena ingin mendorong adanya kolaborasi antar komunitas/klub buku. Selama masa karantina ini sudah terlihat banyak sekali teman-teman pembaca yang saling berkolaborasi. Ambil contoh KeREADta dengan BookTube Indonesia. Ada lagi Kumpul Baca dengan teman-teman bookstagram. Aku dengan teman-teman yang lain juga menghelat #DiRumahAja Literary Festival. Senang rasanya bisa memberikan ruang untuk saling mengisi kegiatan literasi untuk menumbuhkan lingkungan yang positif dan suportif untuk pembaca.
Dulu, aku pernah berambisi untuk menjadi yang nomor satu. Pokoknya apapun harus menjadi yang pertama. Pongah dengan latar belakang ilmu dan besarnya cintaku pada buku, aku ingin menjadi orang pertama yang mengulas tentang perpustakaan dan toko buku independen. Namun ternyata hal tersebut tidak tercapai. Sudah ada orang yang lebih dulu melakukan dan sudah punya “tribe“-nya sendiri. Coba tengok akun Instagram dan blog milik Sintia.
Aku juga sempat ingin menjadi bookblogger yang khusus membahas satu genre tertentu. Namun kenyataannya, genre bacaanku semakin meluas seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman hidup. Aku tidak bisa stick to one genre only. Kandas juga impian itu.
Lalu, aku harus menjadi apa ya?
Ayahku pernah berkata kalau setiap manusia diciptakan dengan talentanya masing-masing. Setiap orang punya keahliannya masing-masing, asalkan dia mau mengeksplorasi dan mempertajam.
Selama pencarian tersebut, aku sudah entah berapa kali berganti fokus. Selain dua yang di atas, aku juga sempat ingin menjadi pool informasi dunia literasi. Oh, itu tidak mudah. Aku pun kewalahan. Sampai akhirnya, aku menemukan bahwa aku nyaman dengan kegiatan membaca buku sambil ditemani. Aku sangat bisa memasukkan slot waktu membaca buku hingga 2 jam lamanya. Baca Bareng kemudian menjadi sebuah gerakan yang aku dalami.
Dari situ aku tersadar, seharusnya aku tidak perlu berlomba-lomba menjadi yang pertama. Apa gunanya menjadi nomor satu kalau tidak punya hati di sana? Kalau tidak bisa konsisten mengembangkan diri di sana? Ya sia-sia. Nantinya juga akan tergantikan oleh mereka yang jauh lebih tekun dan disiplin. Ya kan?
“Kalau mau berdiskusi buku, bisa dengan teman-teman klub buku yang lain. Ada banyak klub buku di Indonesia yang bisa dieksplorasi. Baca Bareng hanya memfasilitasi kegiatan membaca saja.”
— May 6, 2020