“The thing that you should proud of is that you have a hobby which you love so much.” Kurang lebih itu yang sempat dikatakan oleh ayahku ketika aku masih di bangku sekolah. Meskipun baru benar-benar suka membaca ketika berada di jenjang SMP, ternyata semakin lama aku semakin cinta. Bahkan menggelutinya sampai memilih jurusan Ilmu Perpustakaan di perguruan tinggi. Jurusan yang sampai sekarang pun masih terdengar tidak seksi (sudahlah, mengaku saja).
Ayahku mengatakan hal itu tentu ada sebabnya. Ketika kecil, aku cuma mengingat bahwa salah satu relasi keluarga kami memiliki putri yang sudah memasuki usia perkuliahan. Singkat cerita, begitu dia lulus, dia sempat kebingungan mencari pekerjaan. Aku tidak tahu pasti, namun yang sempat terdengar adalah bahwa ia tidak “mendedikasikan” dirinya dalam satu bidang. Sebagai contoh, ia tidak punya kemampuan komunikasi yang dibutuhkan industri kala itu. Dibanding pesaing saat itu, mungkin ia adalah yang biasa saja.
Begitu aku besar dan lulus menyandang gelar sarjana (yang bahkan aku sendiri suka lupa kalau aku punya gelar akademik), ada beberapa keahlian yang dalam taraf “receh.” Aku juga sempat aktif di beberapa komunitas dan ikut “panjat sosial” dengan menjadi panitia kegiatan anak muda.
Tetapi bersamaan dengan itu, hobiku akan membaca malah semakin menjadi. Kalau sering membaca blog ini, pasti sudah tahu aku mendisiplinkan diri untuk membaca setiap hari. Biasanya selama satu jam. Dari hal yang memang menjadi ketertarikanku (comfort genre) sampai sesuatu yang memantik rasa ingin tahu, aku usahakan dapat dilakukan melalui buku dan bacaan.
Sinapsis-sinapsis di kepala rasanya berkolaborasi begitu ada informasi baru yang ternyata punya kaitan dengan informasi yang sudah aku miliki. Dipadupadan dengan myelin yang aku dapatkan semasa jadi kutu loncat di beragam kepanitiaan dan komunitas. Mereka membangun sinapsis dan kepalaku mengintepretasikannya. Entah menjadi pemahaman atau sekadar insight.
Bagiku, terlambat untuk memulai menjadi bookstagram seperti yang lain. Laman Instagramku tidak cantik dan aku bukan orang yang bisa membayangkan visual Instagram feed di kepala. Menjadi bookblogger, aku pun pernah menjalani meski akhirnya aku pindah menulis resensi di Goodreads saja. Dan aku rasa, teman-teman yang sama-sama menggeluti bidang literasi sudah lebih dulu menanam benih sehingga akhirnya kini menjadi lebih dikenal. Aku sudah tertinggal.
Tapi, ada yang sempat aku lupa. Kombinasi antara hobi, keilmuan, dan kemampuanku bercerita. Dua yang ku sebut pertama, aku bisa saja percaya diri. Meskipun untuk story telling, aku memang masih butuh banyak belajar. Maka dari itu, sejak 2 tahun belakangan aku mencoba membangun citra di Instagram dan Twitterku. Pokoknya bagaimana caranya ketika ada orang yang menanyakan siapa aku, mereka teringat bahwa aku adalah seseorang yang bergerak di bidang literasi. Prosesnya tentu tidak sebentar. Di dalamnya ada perencanaan strategi, pembuatan konten, dan disiplin diri. Once I decided to be one, I have to be fully committed in this.
Hal itu berjalan paralel dengan pencarian makna hidup. Mau itu ikigai atau logotherapy, rasanya aku memang perlu terus bergerak dan mencoba semata-mata agar apa yang aku lakukan hingga akhir nanti, memang betul berangkat dari hati secara tulus. Bukan demi cuan. Jangan heran jika aku seakan punya banyak proyek lucu menggemaskan: Baca Bareng, Hzboy Reads Podcast, Shiori-ko Books, Hzboy Reading Club, Nunggu Maghrib, dan entah aku akan punya mainan apa lagi nanti. Prinsipku, lebih baik aku mencoba meskipun hasilnya gagal daripada aku tidak mencoba dan menyesal. Daripada lebih banyak mengalokasikan waktu untuk mengonsep, lebih baik jalani saja dulu (eits, ini bukan slogan).
Usiaku masih kepala dua. Kalau kata ayah, “Kamu itu masih muda. Jalanmu masih panjang. Coba saja lah!” Di satu sisi aku bersyukur karena aku punya hobi dan mampu mengombinasikannya dengan latar belakang keilmuanku ditambah kemampuan profesional yang aku dapatkan dari kehidupan perkantoran. Luck is preparation meet opportunity, they say. Sembari menjemput peruntungan, aku juga tidak berhenti mengasah kemampuan.
(Catatan: meskipun aku belum bekerja penuh waktu, tetapi membuat konten adalah salah satu yang membuatku tetap sibuk dan waras).
— May 4, 2020