Kalau tanggal cantik biasanya erat di ingatan dengan diskonan dan nikahan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta malah bikin agenda yang luar biasa: meresmikan Perpustakaan Jakarta dan Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin yang menempati area Taman Ismal Marzuki.
Yap, tanggal 7 Juli 2022 (07/07/2022), aku melalui Baca Bareng diundang oleh Pemprov DKI untuk ikut hadir dalam kenduri/peresmian dua tempat itu. Menempati Gedung Panjang Taman Ismail Marzuki, Perpustakaan Jakarta mengisi 3 lantai (lantai 3 – lantai 6) dengan ribuan koleksi serta fasilitas yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.
Aku, sebagai lulusan Ilmu Perpustakaan, tentu saja merasa terharu dengan adanya terobosan shifting the perspective kalau perpustakaan bukan lagi sekadar gedung. It is a soul.
Perpustakaan itu Titik Temu Manusia
Ketika masih di bangku kuliah, diktatku didominasi oleh bacaan dari luar negeri. Kebanyakan dari Amerika Serikat. Bahkan ketika aku di perpustakaan kampus, aku membaca America Library Association Magazine. Dari literatur itu, aku mendapatkan gambaran bahwa perpustakaan tidak terbatas untuk menjadi pusat informasi melainkan juga hub manusia dan komunitasnya. Bayangan semacam ini pernah aku lontarkan ketika kelas. Berharap kalau Perpustakaan Balai Pemuda di Surabaya bisa menjadi yang demikian.
Pak Gubernur DKI, Anies R. Baswedan menyampaikan bahwa sejatinya Perpustakaan Jakarta harus menjadi perpustakaan masa depan (langsung teringat grafis 3 drum disrupsinya Prof. Rhenald Kasali 👀). Artinya, perpustakaan merangkul semua hal yang berkaitan dengan pertukaran informasi dan ilmu yang tidak terbatas dengan medium berupa buku fisik. Informasi dan ilmu bentuknya bisa bermacam-macam. Obrolan antarindividu misalnya. Makanya, ketika meresmikan Perpustakaan Jakarta dan PDS HB Jassin, Gubernur DKI berharap kalau tempat tersebut bisa menjadi pemantik inklusivitas perpustakaan (di dalamnya ada Ruang Inklusi yang berisi koleksi buku-buku braille dan buku audio lengkap dengan perangkat aksesnya!).
It is no longer a building, but a collaborative space. Alias, co-working buat pemustaka. Maka tidak heran kalau dalam Perpustakaan Jakarta bakal banyak ditemukan tempat duduk dan colokan yang bisa digunakan untuk charging perangkat kerja seperti laptop atau tablet/ponsel. Kalau pun butuh yang lebih privat, Perpustakaan Jakarta juga menyediakan ruangan diskusi (seperti fasilitas standar perpustakaan lainnya) hingga Bilik Siniar untuk mereka yang ingin menjajal podcast.
Pustakawan Bukan (Sekadar) Tukang Jaga Katalog
Hal kedua yang bikin aku terharu ketika peresmian ialah Pak Gubernur DKI tahu benar kalau membentuk perpustakaan masa depan sudah tidak bisa lagi berpacu pada katalog semata. Pustakawan diharapkan bisa menunjukkan sisi humanis. Bukan yang “psst psst” kalau ada yang ribut.
Seperti yang dituliskan oleh Neil Gaiman dalam salah satu esainya, pustakawan punya andil membuat pemustakan jatuh cinta dengan membaca berkat panduannya. Dulu, aku berharap punya pustakawan yang bisa mengajak ngobrol atau basa-basi kecil denganku ketika aku mengembalikan koleksi. Ambil contoh, aku baru saja selesai membaca Hunger Games. Sembari memasukkan data buku, pustakawan bisa mulai percakapan sesederhana, “Bagaimana? Kau suka bukunya? Kami juga punya volume kedua dan ketiga. Nggak mau pinjam sekalian?” Pemikiran semacam itu juga sudah pernah aku sampaikan ketika masih kuliah dulu. Berawal dari kakunya interaksi antara pemustaka dengan pustakawan di Perpustakaan Balai Pemuda Surabaya. Padahal, dengan interaksi sederhana, pemustaka akan merasa “diterima” dan bukannya tidak mungkin menjadi cinta membaca (persis seperti pengalaman Neil Gaiman). Makanya, aku sampai sekarang masih ingin menjadi seorang pustakawan 🥲
Alhamdulillah nih, Pak Gub DKI menyebutkan kalau pustakawan harus mau melibatkan diri dengan pemustakanya. Tahu apa yang menjadi ketertarikan pemustaka dan bisa membantu memberikan layanan yang sesuai (bukan yang cuma mengikuti SOP/prosedur ya).
Kalau Benar Terbuka untuk Umum, Adakah Prasyarat untuk Berkunjung?
Hehe. Jadi malah melantur, ya.
Datang sebagai seorang awam dan seorang sarjana Ilmu Perpustakaan membuat perasaanku campur aduk. Tentu saja aku senang. Apalagi Pak Gubernur DKI mengatakan mulai saat peresmian Perpustakaan Jakarta, sistem pinjamnya pun suka-suka. Artinya, kalau kita meminjam buku di Perpustakaan Jakarta yang terletak di Jakarta Pusat, kita bisa mengembalikannya di perpustakaan daerah (selama masih satu provinsi di DKI) terdekat, seperti Jakarta Selatan misalnya. Dengan kata lain, Perpustakaan Jakarta akan memprakarsai apa yang disebut dengan interlibrary loan. Bukan hal baru dalam inovasi perpustakaan, tapi ini patut diacungi jempol. Semoga layanan yang lain, seperti layanan digital menggunakan OverDrive juga bisa segera dicoba di Indonesia ya!
Selain koleksi fisik yang bisa diakses di Perpustakaan Jakarta, disampaikan bahwa akan ada kode QR yang tersebar di beberapa lokasi dalam gedung. Kode tersebut bisa dipindai untuk nantinya mendapatkan akses menuju koleksi digital. Aku sendiri belum sempat mengaksesnya. Kalau pun diakses dari rumah, ternyata tidak bisa. (Oke, akan jadi itinerary pada kunjungan berikutnya).
Dari informasi yang aku dapat ketika menghadiri peresmian, bulan Juli ini masih dalam tahap ujicoba. Perpustakaan Jakarta akan buka setiap hari (termasuk hari libur nasional) mulai pukul 09:00-17:00 WIB. Namun, karena kondisi COVID-19 yang masih bikin deg-degan, diberlakukan reservasi. Silakan mengakses perpustakaan.jakarta.go.id dan menyimak cara daftarnya melalui akun Instagram @perpusjkt.
Terakhir, Apakah Bisa Dijangkau dengan Transportasi Publik?
Bisa!
Sejauh yang aku tahu dan berdasar pengalamanku, area Taman Ismail Marzuki bisa diakses dengan kereta Commuter Line (KRL) dan TransJakarta.
Stasiun terdekat dengan Taman Ismail Marzuki adalah Stasiun Gondangdia (Line Jakarta Kota – Bogor). Dari Stasiun Gondangdia bisa berjalan kaki sekitar 10-15 menit. Tenang saja, trotoar di area Cikini sudah lebar, kok. Sudah tidak lagi seperti ajang Ninja Warrior.
Sedangkan kalau naik TransJakarta, bisa menggunakan armada 5M (Kampung Melayu – Tanah Abang via Cikini). Aku ambil contoh apabila titik berangkatnya adalah Halte Bundaran Senayan maka bisa naik armada Koridor 1 (Blok M – Kota) lalu turun di Halte Bank Indonesia. Tidak jauh dari situ (sekitar 3-5 menit jalan kaki) ada bus stop Kementrian ESDM. Silakan tunggu armada Koridor 5M untuk nantinya turun di bus stop Taman Ismail Marzuki.
Oke, itu sedikit cerita + uneg-unegku menghadiri peresmian Perpustakaan Jakarta dan PDS HB Jassin pada 7 Juli 2022. Mari kita jaga bersama-sama agar fasilitas umum tersebut bisa terus dimanfaatkan dengan optimal!
— July 8, 2022