Congraduations buat semua teman-teman yang baru saja diwisuda periode ini! Selamat ya, semua usaha dan perjuangan selama kuliah akhirnya terbayarkan juga!

…dan kemudian banyak yang mengunggah foto euforia-nya di sosial media dengan caption “Akhirnya sudah selesai perjuanganku…” and so on

But wait, is that really over, or what?

Aku masih ingat dengan apa yang dikatakan oleh Pak Anies Baswedan kalau sekolah hingga perguruan tinggi (yah minimal diploma atau jenjang S1) itu seperti anak yang berenang di kolam renang. Semuanya terukur, dari kedalamannya hingga arusnya. Di kolam pun rasanya kalau hampir tenggelam, akan ada yang membantu si anak agar kembali ke permukaan. Namun, setelah titel sarjana didapat, beliau pun berkata bahwa si anak akan memasuki laut lepas, zona kehidupan yang lain lagi dengan yang berada di kolam. Seperti anak penyu yang akhirnya dilepas ke laut lepas setelah dirawat dalam penangkaran.

Aku bersyukur sekaligus beruntung bahwa sebelum skripsiku selesai, sebelum wisuda, aku sudah punya pekerjaan. Dari yang awalnya hanya kerja paruh waktu hingga akhirnya menjadi kerja secara penuh. Bukannya aku mau menyombongkan diri, tetapi aku hanya ingin berbagi rasa bahwa ternyata yang namanya berada di laut lepas sungguh di luar dugaan.

Selama berada di bangku sekolah/perkuliahan, rasanya permasalahan hidup yang penuh tekanan berkutat antara hubungan siswa dengan tugas yang rasanya tidak pernah ada habisya, ancaman nilai yang jelek, atau IP yang sepertinya hanya angka belaka. Rasanya kita tertekan ketika tugas yang kita kerjakan ternyata lupa dibawa atau ada kesalahan sedikit, berharap dosen masih mau memberikan toleransi.

Tetapi ternyata ketika berada di dunia kerja, hal itu rasanya tidak ada apa-apanya. Apa yang kita kira sebagai hal yang paling berat ketika kuliah (seperti misalnya dikejar dosen karena belum mengumpulkan skripsi) tidak sebanding dengan tekanan yang muncul ketika bekerja. Revisi dari klien, laporan bulanan, dan beragam hal lainnya yang membuat pikiran kita menjadi semakin tertekan.

Di lautan lepas tersebut akhirnya aku tahu bahwa hidup itu tidak pernah adil. Life sucks and painful. Hidup itu menyebalkan dan menyakitkan. Kadang kita sudah mencoba untuk berusaha secara maksimal, namun ternyata jawaban Tuhan tidak secepat kemunculan nilai UAS semasa kuliah dulu. Apalagi kalau bukan uji kesabaran namanya?

Aku bukannya iri atau mau pamer pengalaman. Selagi aku bisa, aku hanya ingin menginagtkan kalau masa kita berada di dalam penangkaran sudah selesai. Kita sudah akan dilepas ke laut lepas, yang kita tidak tahu kedalamannya, siapa yang akan memangsa, dan bagaimana arusnya. Jika kita tidak benar-benar pintar mengaplikasikan apa yang sudah diajarkan di kolam renang (hard skill & soft skill tentuya), tenggelamlah kita.

Jangan terlarut dalam euforia wisuda karena merasa masa-masa dikejar dosen sudah usai. Mari siapkan mental menghadapi lautan lepas yang sungguh tidak terduga. Setelah wisuda, mau kemana kita?

Aku sisipkan tautan menuju bacaan menarik mengenai pilihan yang bisa diambil seseorang setelah ia lulus: https://medium.com/good-audience/don-t-get-a-job-don-t-go-to-grad-school-and-don-t-start-a-startup-the-fourth-option-398bfebdb74a

— September 23, 2015

One thought on “Welcome to the Deep Blue Sea

  1. Pingback: Konspirasi Alam Semesta | your world, my nest, vague trust

What Do You Think?