Tinggal menghitung hari menuju pergantian tahun dan, ta-da! Kita semua akan berada di awal yang baru. Selalu ada yang identik saat kita berbicara tentang akhir tahun dan awal tahun: review terhadap diri. Entah itu seberapa banyak resolusi yang akhirnya diwujudkan, apa-apa saja yang berhasil dilakukan dalam satu tahun, hingga mungkin hal-hal yang terlewat yang seharusnya segera direalisasikan di tahun depan.
Tidak hanya itu saja. Untuk para bookdragon, akhir tahun juga identik dengan reading challenge. Lebih spesifik lagi: Goodreads Reading Challenge (selanjutnya akan disingkat menjadi GRRC). GRRC merupakan tantangan membaca berapa banyak buku yang sanggup user-nya baca dalam satu tahun. Siapa yang menentukan target? Ya si user itu sendiri. Seperti aku misalnya. Di kalangan sesama user Goodreads, semua tahu, ketika akhir tahun tiba, perasaan untuk mencapai target begitu menggebu. Gelagat tersebut dimanfaatkan juga oleh Goodreads sehingga mereka memberikan daftar bacaan-bacaan singkat untuk para pelunas hutang membaca tersebut (untung Goodreads tidak pernah tagih hutang review-ku yang….ada sekitar 30an buku hiks).
At First, I Doubted Myself
Aku punya akun Goodreads pertama kali sekitar tahun 2012. Lupa bagaimana pastinya hingga aku bergabung dalam komunitas Klub Buku Surabaya dan menemukan kalau mereka pun juga cukup aktif dalam Goodreads. Oh iya, untuk yang belum tahun Goodreads itu apa, Goodreads adalah social media platform khusus untuk memberikan rating dan resensi buku. Bukan untuk membaca buku gratis ya. Kalau dibilang mirip dengan Facebook, sebenarnya tidak mirip juga sih karena Goodreads tidak memiliki fitur sekaya Facebook.
Long story short, sejak awal aku bergabung dalam Goodreads, aku belum berani untuk menantang diri dengan ikut serta memasang target buku dalam GRRC. Padahal, kalau diingat-ingat lagi, tahun 2012 malah aku baru berada pada tahun pertama perkuliahan. Yang jika dibandingkan dengan aku sekarang, jauh lebih banyak memiliki waktu luang. Keraguan itu datang selalu hal yang sama: waktu dan mood.
Aku tidak mengikuti reading challenge yang lain (yang setiap hari/minggu/bulan tantangannya adalah membaca buku dengan kriteria tertentu) sebab aku tahu, aku membaca mengikuti mood-ku. Jadilah, GRRC merupakan tantangan membaca yang sanggup aku ikuti. Itupun di tahun 2014 dan aku langsung memasang target 100 buku.
…I Didn’t Expect That I Will Get to Know Myself More
Tahun 2014 aku berada di tahun ketiga perkuliahan. Sudah mulai sibuk ini itu walaupun belum maju untuk sidang proposal skripsi, tapi rasanya aku sudah harus mempersiapkan literatur-literatur untuk kemudahan penelitian skripsi ku kelak. Dengan keadaan yang seperti itu, aku malah menantang diri dengan 100 buku.
Lesson learned-nya? Berpacu dengan target 100 buku ternyata membawaku untuk tahu lebih banyak tentang diriku (selain aku membaca mengikuti mood). Seperti misalnya, ketika aku suka sekali dengan satu topik, aku bisa membaca buku-buku dengan topik itu dalam jangka waktu yang cukup lama. Bisa jadi satu bulan. Pokoknya ketertarikan itu akan selalu ada sampai akhirnya aku puas.
Kedua, aku juga semakin sadar kalau books are my escape plan from society. Di tahun 2014, aku juga sudah sibuk dengan kegiatan di luar kampus, seperti ikut TEDxTuguPahlawan, ikut Surabaya Youth Carnival dan kegiatan-kegiatan lain. Ada kalanya juga aku merasa sudah lelah secara pikiran dan fisik sehingga hanya mau baca buku saja. And it turns out that I really enjoy the moment! Akhirnya, semakin ke sini, semakin merasa butuh waktu berdua antara aku dan buku.
Selain itu, karena target 100 buku per tahun, aku juga semakin sadar kalau ketika aku banyak pikiran alias stress (huh?), semakin banyak buku yang aku baca.
In the End, You Can’t Underestimate The Power of A Bookdragon
Target 100 buku yang aku pasang sejak tahun 2014 (meskipun tahun 2015 aku hanya target 70 saja, tapi nyatanya aku bisa membaca 101 buku) untuk skala circle-ku dirasa sudah banyak sekali. Tapi jangan salah, yang nyinyir pun juga ada. Aku sudah beberapa kali menerima cibiran, “Kamu kerja/ikut proyek ini nggak bakalan bisa punya waktu buat baca buku”. Eits, maaf. You are talking to a bookdragon. Semakin dicibir, rasanya kok aku malah makin ingin membuktikan kalau jam kerja yang jungkir balik dan tidak pasti malah membawa banyak keuntungan.
Apalagi di tahun 2015 dan tahun 2016. Tahun lalu aku sibuk dengan skripsi dan pada saat bersamaan aku sudah bekerja. Tapi kenyataannya, aku malah bisa membaca 101 buku (thanks to long weekends!). Pindah ke tanah rantau, beradaptasi baik dengan lingkungan kerja maupun pace kerjanya, aku malah tertantang dengan 100 buku setahun itu. Ya, lagi-lagi dengan adanya cibiran mengenai kesanggupanku untuk melunasi target tersebut.
Kenyataannya? Aku bisa. Aku tetap bisa memiliki waktu untuk membaca. Sebab, aku membuat kegiatan membaca sebagai kegiatan wajib dan rutin harianku. Minimal, satu jam sebelum aku mulai kerja dan sebelum tidur. Selebihnya? Aku bisa melakukan ketika break makan siang (ketika aku sudah lelah act out as extrovert), atau selama perjalanan ketika di dalam TransJakarta. Intinya, aku selalu bisa menemukan waktu untuk melakukan hal yang aku suka.
Jadi, how does it feel to conquer 100 books in a year? I feel so much win.
— December 12, 2016
Selamat ya atas pencapaiannya 😀 Hana juga awal jadi member Goodreads ngga berani pasang challenge. Tahun depannya langsung pasang 100 tapi isinya banyakan komik. Sekarang juga sih komiknya masih banyak tapi ngga sebanyak waktu awal. Keren sekali dicibir malah makin terpacu untuk membuktikan diri. Keep up the goodwork 🙂
Woah, congrats kak! Aku akhir2 ini (termasuk 2016) gak masang target baca buku berapa di Goodreads karena aku tau aku gak bakal baca sebanyak itu buku untuk menuhin challengenya, jadi paling diitung sendiri deh berapa banyak buku yang udah dibaca haha tapi iya sih, kalau kita emang mau, pasti ada jalan. termasuk buat baca buku, kalau nyisain waktu sedikit aja buat baca, entah lagi nunggu atau apa, pasti bisa kesampaian. Kereeen, kak, looking forward to next year, huh?:D