Pada unggahan sebelumnya, aku pernah menulis tentang comfort genre yang menjadi pelarianku setiap kepentok dengan ujian hidup. Aku juga sudah pernah memberikan sekilas hasil reading tracker yang dilakukan sepanjang 2020, untuk kemudian menjadi penentu reading plan pada 2021 ini. Rupanya, aku melewatkan satu tantangan. Membaca genre yang jarang (atau bahkan tidak pernah) kubaca. Maka, kuputuskan untuk membacanya sebelum berganti tahun.

General Fiction

Saat diminta untuk merenungkan genre apa yang jarang sekali kusentuh, kepalaku langsung membawakan hasil. General fiction atau contemporary fiction. Genre ini menceritakan kehidupan sehari-hari manusia dewasa. Contoh paling gampangnya adalah novel Normal People dari Sally Rooney atau Strange Weather in Tokyo dari Hiromi Kawakami. Jujur saja, mencoba kedua judul itu rupanya tidak membawa hasil memuaskan. Di saat pembaca di lingkaranku mengatakan bahwa Normal People adalah cerita menarik, aku malah bosan. Begitu pun ketika membaca Strange Weather in Tokyo.

Oleh karenanya, untuk general fiction aku memilih membaca Sex and Vanity dari Kevin Kwan atau Last Tang Standing dari Lauren Ho (judul ini malah masuk ke dalam tantangan baca 21 Books in 2021). Terlihat seperti bermain aman? Oh memang! Pengalamanku sebelumnya kurang menyenangkan. Wajar sekali jika aku mencoba dari yang pernah membuatku nyaman sebelumnya: Kevin Kwan. Yah, selain kenyataan bahwa aku sudah memiliki kedua buku itu. Mubadzir dong kalau tidak kubaca 🙁

Poetry

Yang satu ini jelas not my forte. Aku beberapa kali membaca buku puisi dan hanya bisa menangkap makna tersuratnya saja. Padahal, membaca puisi tidak bisa sekadar tekstual. Harus memahami kontekstualnya agar mendapat pesan yang ingin disampaikan oleh penulis. Jangan kaget kalau aku takjub ketika Sintia mengatakan kalau comfort genre-nya adalah buku puisi.

Aku memang mengkonsumsi buku puisi seperti Amanda Lovelace atau Rupi Kaur. Tetapi aku menyerah ketika membaca Sergius Mencari Bacchus karya Norman Erikson Pasaribu. Aku pun jadi pilah-pilih buku puisi. Tidak mau sekadar ikut hype semata.

Tetapi bukan berarti aku tidak bersedia mencoba. Hadiah dari lomba membuat resensi buku yang diadakan oleh Podluck Podcast dan Gramedia Pustaka Utama bisa menjadi judul coba-coba selanjutnya. Binatang Kesepian dalam Tubuhmu dari Ilda Karwayu dan Kuharap Kau Menemukan Bulan karya Alois A. Nugroho.

Nonfiction – Design

Ini jelas baru buatku. Bukan, bukan bukunya Austin Kleon atau Paul Arden atau Adam J. Kurtz. Bukan buku tentang mengelola kreativitas. Melainkan benar-benar buku yang membahas tentang desain.

Selama ini aku berpikir kalau buku desain tidak ada pengaruhnya dalam hidupku secara langsung. Toh, aku tidak punya ilmunya. Bisa-bisa aku malah bingung. Tetapi setelah ngobrol dengan si bungsu yang Sarjana Desain, aku jadi tahu bahwa buku desain tidak melulu membahas tentang aspek yang njelimet. Seringkali, aku melihat kalau “desain” berkaitan dengan hal-hal estetik semata–yang mana aku tidak paham bagaimana proses pembuatannya. Padahal, berbicara desain juga termasuk bagaimana kenyamanannya ketika dimanfaatkan oleh manusia.

Maka aku pikir, kenapa tidak coba baca saja? Siapa tahu bisa dapat insight baru. Mengikuti saran si bungsu, aku pun ingin membaca The Beauty of Everyday Things karya Soetsu Yanagi. Katanya, itu buku bagus. Rujukan semasa kuliah dahulu.

Oh! Aku sekalian menambahkan User Friendly karya Cliff Kuang ke dalam daftar baca untuk buku genre nonfiksi – desain. Meski tidak murni desain (lebih banyak membahas UI/UX), tetap saja ini hal baru untukku.


Jadi, gimana? Sudah coba cek reading tracker dan melihat genre apa saja yang belum sempat dieksplor?

— August 14, 2021

2 thoughts on “Genre-Genre yang Jarang Kubaca

  1. Wuihh buku Binatang Kesepian dalam Tubuhmu masuk ke TBR-ku nih gara-gara tau dari MIWF. Yang sampul kuning juga masuk TBR karena kemarin dapet di diskonan Gramed dengan harga miring banget. Sikatlah! Wkwkw

  2. Sama, Hes. Nggak klik juga sama Normal People. Baca 1/3 gue DNF.

    Makin kelihatan kalau selera baca tiap orang bisa beda sampai segitunya. Ada yang jadiin itu buku favorit, ada juga yang macam kita ini 😀

What Do You Think?