Selamat tahun baru!

Meski pandemi belum usai, virus masih saja bermutasi, tapi semoga kita selalu diberkahi oleh kesehatan. Jangan lupa untuk menjaga kebersihan dan tetap patuh dengan protokol kesehatan.

Oke, cukup untuk basa-basinya. Mari kita langsung masuk ke dalam poin utama.

Hal yang Dipelajari Sepanjang 2021

Semenjak pandemi, rasanya tidak ingin membuat perencanaan jangka panjang. Pandemi sudah membuktikan bahwa perubahan sifatnya sungguh dinamis. Bak karantina pelancong yang beralih begitu cepat: dari karantina 7 hari, kemudian menjadi 3 hari, dan saat ini menjadi 10 hari. Ketidakpastian yang aku pelajari sejak 2020 memudahkanku untuk mengatur ekspektasi dalam berkegiatan. Kalau boleh meminjam judul lagunya Adele, “Easy on Me.” Aku memilih mengurangi hal-hal yang menjadi beban pikiran.

Sebelum 2021 berakhir, aku sempat mengikuti kelas lokakarya 8760 yang dibawakan oleh M. Faiz Ghifari. Di situ Faiz mengajak peserta untuk menentukan tema dari kehidupan mereka nantinya tahun 2022. Seesaat, aku mencoba merefleksikan bagaimana dengan 2021 versiku. Hingga aku berani mengatakan kalau 2021 adalah tahun yang mengusung tema perjalanan.

Perjalanan bisa berarti banyak hal. Perjalanan ke barat mencari kitab suci seperti Kera Sakti? Perjalanan mencari harta karun seperti kapal Black Pearl dan Kapten Jack Sparrow? Atau perjalanan keliling dunia dalam 80 hari? Buatku, 2021 adalah perjalanan menuju diriku sendiri.

Mengawali 2021 dengan undangan menjadi narasumber untuk salah satu sesi dalam Ruang Tengah yang digagas oleh Gramedia Pustaka Utama, mendorongku menapaki karir sampingan (side hustle) sebagai Pelantang Buku (Bookfluencer). Tak disangka-sangka, rupanya kecintaanku terhadap ekosistem literasi semakin diuji dengan masuknya aku ke dalam industri. Langsung pada sebuah perusahaan yang pernah kuidamkan sejak di bangku sekolah. Ini bak ujian. Kalau boleh hidupku ada naratornya, mungkin dia akan berkata, “Mari kita coba! Apakah Hestia bisa survive dalam bidang yang selalu dibanggakannya sebagai cinta pertama???”

Tidak berhenti sampai di situ. Ya, aku mulai menerima beberapa penawaran berbayar untuk mengulas buku, memandu acara Instagram Live hingga diskusi buku, dan beragam undangan kolaborasi yang menggiurkan. Lagi-lagi, ini juga ujian sekaligus check point untuk kembali menanyakan apa yang sedang aku cari. Karena side hustle ini belum menjadi pekerjaan utama, aku juga bebas meninjaunya dan menyesuaikannya dengan value yang kuanut dalam hidup. Dan berkat value itu, aku tidak sampai kebablasan kehilangan arah ketika ada permohonan yang datangnya bertubi-tubi.

Itu kalau perkara karir dan revenue stream. Beda cerita juga dengan perkara hati (ceilah!).

Beberapa sumber bacaan mengatakan bahwa jangan sampai masuk ke dalam hubungan yang nantinya hanya menjadi pelarian. Ada baiknya tidak terburu-buru. Mari beres-beres apa yang sudah porak-poranda. I did that. Susahnya tidak main-main. Emosi bisa naik turun tidak stabil. Ada masanya aku hanya menangis saja, ada masanya aku cuma menatap datar WhatsApp dan pesan yang masuk. Hingga ada satu titik di mana aku berusaha untuk mencoba mengambil keputusan untuk menyelamatkan diriku sendiri: menjadi orang yang tegas. Singkat cerita dan tanpa disangka, I found my (forever) reading buddy (amin!).

Isu beres-beres diri tentu tidak berhenti sampai pada mutually exclusive relationship yang aku jalani bersama partnerku sekarang. Masalah itu terus aku pelajari dan cari jalan keluarnya. Tentu saja sebagian besar didominasi dengan bacaan. Dan kalau boleh dibilang, membaca The Book You Wish Your Parents Had Read tulisannya Philippa Perry benar-benar membuka mataku tentang ilmu pengasuhan anak. Meski nantinya aku tidak akan punya anak, tetapi membangun relasi dengan manusia lain membutuhkan energi yang tidak sedikit. Seringkali tanpa sadar, kita mengatakan hal yang buruk, memproyeksikan trauma kita pada orang yang salah, dan tindakan yang malah bikin sakit hati. I’ve been there dan itu sangat tidak menyenangkan. Maka, aku tidak mau orang terdekatku mengalaminya sehingga aku pun mulai mempelajari bagaimana resolving my childhood trauma. Perjalanan menuju dalam diri sendiri ini yang ternyata melegakanku.

Rencana 2022

Dari hasil annual review yang kulakukan, lagi-lagi aku mengambil keputusan untuk “easy on me.” Punya ambisi dan goals boleh. Tapi jadilah sosok yang fleksibel. Jangan terpaku pada satu pintu saja. Kalau kata pepatah, “Banyak jalan menuju Roma.” Don’t stressed out that too much. Masih selamat tanpa terkena virus pun sudah sangat patut disyukuri.

Memang aku punya beberapa goals yang ingin dicapai pada 2022. Dari mengembangkan diri menjadi kreator konten digital, menjadi Bookfluencer secara profesional, merawat Baca Bareng dengan lebih banyak kasih sayang (kasihan, 2021 sempat aku tinggal karena sibuk adaptasi), kembali mengudara di Hzboy Reads Podcast, dan hal personal lain seperti to strengthen the bond between me and partner. Tapi lagi-lagi, kalau satu cara masih belum berhasil, aku akan tweak untuk mendapatkan jalan lain. Dan tidak lupa untuk menikmati prosesnya (yeah I know it’s easier said than done).

Menariknya, 2022 sudah menyambutku dengan banyak proyek seru. Aku akan membantu Career Class untuk mengelola Bookdragon Club angkatan 2022. Aku juga menjadi host tamu Podcast Main Mata–sebuah kanal siniar yang membahas ekosistem literasi. Dan yang paling tidak kusangka: menjadi salah satu dari 10 coachee yang mendapat coaching clinic dari Fellexandro Ruby!

Oh, tentu saja masih ada kolaborasi menarik yang tidak bisa kusebutkan di sini :3

— January 1, 2022

What Do You Think?