Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Yang hancur lebur akan terobati
Yang sia-sia akan jadi makna
Yang terus berulang suatu saat henti
Yang pernah jatuh ‘kan berdiri lagi

Banda Neira – Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti

Pernah mendengar potongan lirik itu dinyanyikan oleh Rara Sekar dan Ananda Badudu? Kehidupan itu sesungguhya adalah sebuah siklus. Pasti ada yang tumbuh dan ada yang mati. Tetapi setiap yang mati, akan diganjar dengan yang baru.

Sejak patah hati beberapa bulan yang lalu, aku kehilangan orang yang biasanya bersedia menemaniku membaca buku. Di saat kalut itu pula, mengembalikan mood untuk membaca buku terasa sulit. Mau diberi bacaan yang bagaimanapun juga, ujung-ujungnya tidak diselesaikan. Hingga akhirnya aku memaksakan diri untuk membaca. Dan dimulai dengan mencari teman.

Keseluruhan latar belakang mengapa aku membuat Baca Bareng: A Silent Book Club sudah pernah aku tulis. Di saat pelaksanaan pertama, aku senang karena dihadiri oleh 10 orang partisipan. Ada editor Gramedia Pustaka Utama, ada blogger kondang, ada influencer, ada penulis, hingga ada bookstagram kondang. Itu saja sudah membuat aku girang dan aku berhasil menyelesaikan satu buah judul.

Pada pelaksanaan kedua, hanya dihadiri oleh 8 orang. Meski begitu, aku sudah gembira. Wah, ternyata inisiasi yang sempat aku cetuskan tetap ada peminatnya. Memang, aku tidak bisa menyembunyikan kalau diri ini khawatir. Khawatir nantinya malah semakin menyusut atau dengan kata lain, follower-ku di Instagram dan Twitter kehilangan antusiasme. Nyatanya tidak. Mereka tetap hadir dan ikut membaca buku denganku.

Belajar dari kedua pengalaman itu, aku mencoba lebih perhatian terhadap persiapan: penentuan waktu dan tempat (menunya terjangkau dan lokasinya mudah diakses oleh transportasi umum). Aku juga meminta rekomendasi dari teman-teman, sebaiknya pada pelaksanaan ketiga apa hal yang bisa aku tingkatkan. Tentu saja, agar teman-teman berminat untuk hadir dan nyaman dengan kegiatan Baca Bareng. Termasuk, melakukan reservasi.

Ketika hari H, rupanya yang datang sebanyak dua kali lipat dari prakiraanku. Betul, ada 20 orang! Belum lagi yang terlambat hadir karena terkendalan kemacetan. Bahkan, aku tidak menyangka ada yang jauh-jauh dari Bogor untuk ikut Baca Bareng. Bagaimana hatiku tidak terasa penuh dan bahagia?

Yang Hancur Lebur Akan Terbobati

Tidak berhenti sampai di situ saja, di bulan ketiga pelaksanaan Baca Bareng ternyata ada kota lain yang ingin ikut serta. Karena idenya sederhana dan mudah diduplikasi, teman-teman dari Jogja dan Surabaya pun mengadakan Baca Bareng juga. Tentu saja, aku bantu semampuku dari jauh. Dan aku yakin, pasti ada pembaca buku yang juga antusias untuk menyambut inisiasi ini.

Apa yang dinyanyikan oleh Banda Neira ada betulnya. Aku mungkin belum pada tahap sekreatif Taylor Swift atau Adele yang mampu mengubah kesedihan akibat patah hati menjadi album laris, memenangi penghargaan, dan bentuk-bentuk ladang uang lainnya. Tetapi rupanya benar: yang patah tumbuh, yang hilang berganti. Sedih akibat patah hati perlahan tumbuh menjadi energi untuk menciptakan pengganti yang telah hilang: teman membaca buku. Dan ketika hati ini hancur lebur, ternyata bisa terobati oleh kegiatan Baca Bareng. Oleh orang-orang yang memiliki kesamaan denganku: membaca.

Aku sendiri takjub sementara di sisi lain, mungkin memang ini yang harus aku hadapi terlebih dahulu agar menemukan “sesuatu” yang bisa aku kembangkan ke depannya. Kalau tidak patah hati, aku tidak akan membuat Baca Bareng. Kalau tidak patah hati, aku tidak tahu bahwa aku sebenarnya ingin memperjuangkan sesuatu.

Kembali lagi pada lirik lagunya Banda Neira, “Yang sia-sia akan jadi makna.” 🙂

— October 20, 2019

What Do You Think?